Bismillahirrahmaanirrahiim
Surprise surprise!!
Rasanya di awal Cawu ke-3 ini banyak surprisenya. Dimulai dengan diberikannya e-book oleh Fasil yang kalimat awalnya saja sudah bikin tertegun. Katanya salah kalau ada pernyataan "Menumbuhkan kreativitas anak usia dini". Karena ternyata anak itu sudah terlahir kreatif, penuh rasa ingin tahu yang besar, tidak mengenal tidak mungkin, dan tidak takut salah.
Katanya lagi "Kita mematikan kreativitas mereka". Yang dimaksud dengan kita saya pikir merujuk pada orang tua atau orang dewasa yang berada didekat anak. Ah kalau mau jujur, sebenarnya saya tidak ingin dikatakan sebagai orang tua yang mematikan kreativitas anak. Rasa-rasanya semua orangtua menginginkan anaknya jadi yang terbaik disegala hal. Kalaupun iya orangtua mematikan kreativitas, mungkin karena orangtua itu sendiri yang masih kurang ilmu sehingga menjadi kurang kreatif. Sehingga tanpa sadar, ada perbuatan atau perkataan kita yang ternyata mematikan kreativitas anak.
Yang membuat saya kembali tertegun adalah kalimat " Kesalahan berikutnya adalah mengirim anak ke sekolah". Bukannya sekolah itu sudah ada sejak lama? Bukannya sekolah itu tempat kita mencari ilmu? Kok bisa mengirim anak ke sekolah itu salah? Apa harus Homeschooling? Saya pikir tidak semua orang cocok dengan sistem Homeschooling.
Kalimat tadi masih ada sambungannya. Ternyata yang salah itu bukan sekolahnya, tapi ada pada sistem. Kalau begitu, berarti orangtua harus pandai-pandai mencarikan sekolah yang sistemnya benar agar kreativitas anak tidak mati. Dan sebagai gantinya, orangtua harus siap merogoh kocek lebih dalam agar anaknya bisa bersekolah di sekolah tersebut.
Sayang juga kemarin malam saya tidak ikut diskusi di WAG, jadi ga dapat aura yang keluar saat diskusi berlangsung. Jam 2 dini hari saya baru megang HP lagi dan membaca chat-chat yang ada.
"Apa yang teman-teman pikirkan tentang kteativitas?"
Teman-teman ada yang menjawab ide unik, cara yang berbeda, selalu banyak ide, aktivitas unik, mencipta hal baru, modifikasi dari yang sudah ada, berpikir berbeda.
Menurut saya pribadi kreativitas adalah kemampuan berpikir yang dimiliki seseorang semenjak dia lahir dan sifatnya unik, berbeda antara satu orang dengan yang lainnya.
Mata saya tertuju pada gambar yang bentuknya seperti puzzle. Teman-teman ada yang mengatakan kalau itu potongan puzzle. Ada juga yang bilang kalau itu adalah kata "LIFT". Lift apa? Lift yang bagaimana?, tanya saya dalam hati. Bahkan saya putar-putar HP untuk mencari yang katanya lift itu. Saat itu saya merasa menjadi orang yang paling bodoh dan sangat tidak kreatif 😂. Lalu pagi harinya saat akan menyetrika, saya lihat lagi gambar tersebut dan mata saya langsung melihat kata "lift". Oohh ini toh yang dimaksud 😆. Ternyata saya lebih fokus melihat ke bagian berwarna hitam sehingga tidak menemukan kata "lift" yang berwarna putih 🙈.
Nah kenapa setiap orang melihat gambar tersebut berbeda? Teman-teman ada yang menjawab karena beda fokus, dan atau beda cara pandang.
Lalu muncul materi ebook yang bertuliskan "mari kita berpikir kreatif", ubah fokus, geser sudut pandang kita.
Begitupun dalam mendampingi anak-anak, kita perlu memiliki berbagai sudut pandang kreatif ketika melihat sebuah aksi anak-anak.
"Mari kita berpikir kreatif", Don't assume. Asumsi kita kadang berbeda jauh dengan asumsi anak-anak, maka jangan buru-buru membuat pernyataan. Perbanyaklah membuat pertanyaan agar anak-anak bisa menyampaikan idenya secara CLEAR dan tugas kita mengklarisipasi saja (CLARIFY).
Saya pribadi setuju dengan pernyataan tersebut, tapi adakalanya anak belum mengerti atau belum memahami keinginan atau idenya itu baik atau tidak. Maka sebagai orangtua kita berikan pedapat atau alasan yang masuk akal yang dapat mereka terima.
Muncul lagi materi baru, "Outside the box thingking", buka kotak pemikiran kita. Jangan batasi anak-anak sebatas pemikiran dan pengalaman kita saja. Biarkan dia berpikir berbeda dari hal-hal yang pernah kita alami.
Dibagian ini saya kembali tertegun. Ternyata pengalaman orangtua belum cukup untuk dijadikan pembelajaran. Kita harus membiarkan mereka berpikir seperti yang mereka mau dan kita harus mau menerima pemikiran mereka tersebut.
Materi berikutnya tentang "Proses kreativitas". Ada yang disebut Evolusi: ide baru dibangkitkan dari ide sebelumnya.
Sintesis: Dua atau lebih ide yang ada digabungkan jadi satu ide baru lagi.
Revolusi: benar-benar membuat perubahan baru dengan pola yang belum pernah ada.
Katanya inilah proses kreativitas yang harus kita lakukan bersama dengan anak-anak. Hmm..sudahkah kita melakukannya? Kalau saya pribadi sih sepertinya belum.. 🙈
"Menjadi ibu kreatif", apa saja yang menghambat anda selama ini dan bagaimana solusinya?
Teman-teman digrup memberikan jawaban mental block, terjebak rutinitas, tidak PD, moody, tidak berani mencoba, terlalu fokus terhadap pendapat SAYA.
Ternyata mereka dapat dengan mudah menjawab hambatan yang ada. Tapi bagaimana dengan solusinya? Apakah mereka sudah tahu harus bagaimana? Apakah mereka akan mencari solusinya dan menjalankannya?
Sebuah kutipan dari Ibu Septi, "Anak-anak secara fitrah sudah lahir kreatif, kitalah yang harus mengubah diri agar layak mendampingi para creator dijamannya nanti".
Saya rasa ini akan jadi PR besar bagi kami semua. Mudah-mudahan Allah mampukan dan pantaskan kami jadi orangtua yang terus belajar memperbaiki diri.
Sumber bacaan:
- Referensi yang diberikan oleh Fasilitator
- Pendapat teman-teman selama diskusi bersama Fasilitator
- Sudut pandang saya pribadi
#kelasbundasayang
#institutibuprofesional
#thinkcreative
No comments:
Post a Comment